Minggu, Januari 13, 2008

Pendidikan: Jalan Mengubah Indonesia


Ketapang, 10 Januari 2008

Pertemuan dengan Neno Warisman sangat kebetulan. Dari teman baik pencinta lingkungan, Hudi DW si penyayang burung-burungan, aku berkesempatan baik bertemu dengannya. Aktris cantik ini (Neno lebih senang disebut aktris) berada di kota Ketapang untuk sebuah acara seminar bertema pendidikan. Biasanya dia jarang sekali menginap di sebuah kota dalam kunjungannya. Menurut pengakuannya, dia selalu berusaha pulang ke Jakarta pada hari yang sama untuk berkumpul kembali bersama keluarga. Hari ini adalah hari keberuntunganku, Neno menginap satu malam dan kami dapat bertemu dalam kesempatan yang khusus.

Aku tertarik untuk bertemu dengan Neno, karena dia yang kukenal adalah sosok seniman yang membaktikan karya dan keahlian pada dunia pendidikan anak. Meskipun aku tidak mengikuti seminarnya siang itu (bahkan sebenarnya tidak tahu kalau ada seminar dan Neno ada di Ketapang), pertemuan yang diprakarsai oleh kang Hudi banyak memberikan arti bagiku.

Usiaku dan Neno selisih hanya beberapa bulan. Aku lebih tua darinya. Raut wajah dewasa, bijak dan ceria menjadi gambaran yang tepat bagi Neno. Dalam hal pemikiran dan kelincahan melahirkan ide dan isi pikirannya, dia adalah sosok yang amat cerdas. Ide-ide dan pendapatnya meluncur dengan sangat lancar dari pemilik wajah cantik dalam warna suara yang merdu.

Kami berbincang dalam suasana akrab, didukung lingkungan Rumah Makan Melayu di Kampung Baru, Ketapang seberang, yang tenang dan nyaman. Gazeboo dengan atap daun nipah menambah aroma khas tanah Kayong. Topik lebih banyak kepada pendidikan, selain beberapa rekan panitia yang menghadirkan Neno adalah pendidik di sekolah, juga Neno adalah tokoh di PADU (Pendidikan Anak Dini Usia). Neno rajin ‘menginterogasi’ dengan pertanyaan-pertanyaan seputar apa yang dilakukan dalam hal pendidikan anak, baik di rumah (anak sendiri) maupun anak didik di sekolah.

Ada kesamaan pandangan di antara kami berdua mengenai pendidikan. Bangsa dan negara ini berada dalam situasi yang ruwet bukan main. Korupsi, manipulasi, premanisme di berbagai bidang, norma-norma agama dan kehidupan yang tak dipedulikan lagi, menjadi hal yang lumrah di Indonesia saat ini. Orang lupa akan adanya Sang Pencipta, yang berkuasa akan hidup dan kehidupan setelahnya. Meskipun para pendakwah, pastor, pendeta, dan orang bijak mengingatkan di setiap saat ibadah bersama, orang-orang tetap sudah terbiasa dalam kehidupan negatif tersebut. Aku dan Neno sepakat bahwa yang bisa mengubah semua itu tadi adalah melalui jalan pendidikan. Kita mesti mengubah generasi muda lewat jalur pendidikan. Hampir tidak ada jalan lain, selain pendidikan –baik di keluarga maupun di sekolah– yang dapat memperbaiki keadaan yang buruk di negara ini.

Pendidikan akhlak, mental, budi pekerti, atau apa pun istilah-istilah lainnya, merupakan hal yang paling utama ditekankan oleh para pendidik kepada anak didiknya. Aku selalu menekankan kepada anak-anak tentang pentingnya hal-hal berikut: jujur, disiplin, dan peduli lingkungan. Ketiga hal ini mesti diutamakan di samping hal-hal lainnya, karena dengan kejujuran, ketaatan pada aturan dan prinsip-prinsip kehidupan, serta kepedulian kepada sekitar (lingkungan alam dan kehidupannya), kita akan mampu untuk menapaki hidup yang indah dan harmonis bersama yang lain.

Diskusi dalam pertemuan malam itu berjalan amat singkat. Satu jam lebih tak menyisakan ‘kepuasan’ . Rasanya masih belum cukup. Namun, hadirnya pandangan masing-masing yang saling mengisi rasanya dapat dibawa pulang untuk direnungkan. Memang, perbincangan dengan siapa pun akan selalu menarik jika selaras dengan ketertarikan kita. Namun perbincangan dengan Neno malam itu meninggalkan kesan menggembirakan. Ternyata aktivitas mengubah negara ini lewat pendidikan juga ditekuni oleh banyak pihak, namun belum mampu untuk mengubahnya. Mungkin karena anak didik belum dewasa. Semoga setelah dewasa kelak, mereka bisa mengubah Indonesia menjadi lebih baik, seperti harapan yang ditanamkan oleh para pendidiknya. Amin.